jika

Membangun Manusia Pembelajar, berdaya guna dan Berbudaya

Senin, 19 Desember 2011

SATU RUANG DAN WAKTU

Diberitahukan kepada Mitra Kerja dan Sahabat PKBM DEWI FORTUNA bahwa kami juga ada di Blog. OMAH WAYANG KLATEN. untuk mendapatkan Refrensi tentang kami, anda bisa KUnjungi juga OMAH WAYANG KLATEN. Matur nuwun

Selasa, 08 Maret 2011

FESTIVAL KETHOPRAK PELAJAR 2011

Kabar Gembira dan menyenangkan sekali ternyata Festival Kethoprak Pelajar tahun 2011 masih berlanjut, itu artinya ada Media yang terus mendukung kehidupan Seni tradisional, penghargaan yang setinggi-tingginya untuk DEWAN KESENIAN KLATEN, AMIGO GROUP, RSPD KLATEN, SWADESI KLATEN, OEMAH WAYANG, Dan Segenap Panitia Pengurus Festival, bagaimana selanjutnya akan kita lihat nanti Bro !!!

Jumat, 13 Agustus 2010

MENGGAGAS PUSAT STUDI SENI BUDAYA TRADISIONAL WAYANG

Adalah sebuah kebanggaan ketika dunia melalui UNESCO memberikan penghargaan pada wayang kulit dan ditetapkanya sebagai masterpiece of the Oral and intangible heritage of humanity pada bulan April 2004 yang lalu, yang artinya bahwa wayang merupakan warisan non kebendaan yang adiluhung milik dunia, tetapi sekaligus ada keprihatinan besar yang menyelinap dalam benak. ketika kami mengetahui ada upaya pengerukan yang nyata dan besar-besaran yang terjadi oleh Negara asing terhadap seni dan kebudayaan wayang dengan segala aspeknya. Industry wayang dan gamelan dalam negeri mengalami peningkatan produksi untuk memenuhi pemesanan luar negeri, dosen dan seniman hilir mudik ke bandara untuk mengajar di Universitas-Universitas di luar Negeri, Kehadiran turis-turis dengan alat rekamnya pada setiap event seni tradisional, dijualnya ring tone gendhing2 di interneet dengan mata uang US $, berbondong-bondong pelajar/mahasiswa yang juga luar negeri memenuhi kampus ISI, nyantrik di rumah seniwati dan seniman Klaten, dan bahkan sudah payu mayang, payu nabuh, payu nyindhen yang ironisnya harganya lebih mahal dari sindhen kondang Nyi Dewi Marhaeningsih, dan bahkan di televise dan berita Koran seringlah kita mendapati orang-orang asing itu menunjukan kecintaanya terhadap seni budaya tradisional kita. Hal ini Ancaman ataukah sebuah harapan? Ataukah kombinasi dari kedua-duanya?
Kembali pada kita, bahwa kita adalah pemilik dan pewaris tunggal yang sah atas karya seni budaya tradisional itu, tetapi benar sudahkah kita pantas disebut pewaris? Atau pemilik ? Ketika pertanyaan itu kami bicarakan melalui forum-form kecil di Dewan Kesenian Klaten, Seniman, dan Sanggar Seni, selalu hal itu selalu berkutat pada masalah apresiasi masyarakat dan pelestariannya. Seperti dikutip kompas.com “Membicarakan dua masalah tersebut akan mengakar pada satu masalah pokok yaitu waktu. Waktu dalam dimensi kebudayaan, mempunyai dua arti penting. Pertama, kebudayaan bisa menjadi lebih baik karena para penganutnya memperlakukan kebudayaan tersebut sebagai sebuah barang berharga yang harus dijaga. Kedua, biasa saja kebudayaan tersebut hanya akan menjadi bahan ajar dalam buku sejarah, artinya kebudayaan tersebut hilang tergilas zaman”.
Perubahan dan perkembangan zaman yang berkedok modernisasi/globalisasi mau tidak mau akan berbenturan dengan kebudayaan yang lahir sebelum manusia modern mengenalnya. Hal ini dapat dilihat dalam kebudayaan tradisional kita. Kebudayaan yang oleh penghayatnya masih dipandang sebagai kebudayaan spiritual dan kebudayaan filosofis harus berbenturan dengan Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat kita, yakni perubahan dari mental simpatik menjadi antipatif, dari nilai-nilai yang dihayati menjadi sebuah beban perkembangan zaman. Ada juga yang beranggapan bahwa seni budaya tradisional jawa hanyalah upaya melestarikan feodalisme, cenderung lamban, bias gender dan bahkan bertentangan dengan percepatan pembangunan. Lebih mengkhawatirkan lagi, kebudayaan kita cenderung mengarah kepada budaya-budaya yang datangnya dari luar, entah itu baik atau buruk dari barat ataupun dari timur, yang penting dapat dianggap sebagai manusia modern yang menjunjung globalisasi dan bermoral melalui stasiun televisi di tanah air. Nah yang menjadi pertanyaan adakah kesenian atau budaya kita yang nampak? Anak-anak lebih senang disuguhi heroisme Gatotkaca atau lebih memilih Naruto, lebih tertawa melihat kepolosan Punakawan atau ketololan sponge bob dan patrick? Lebih fasih berbicara bahasa jawa atau bahasa asing? Coba Anda jawab sendiri. Fakta yang demikian memberikan bukti bahwa negara-negara lain lebih berhasil memasarkan budaya mereka sendiri dibanding negara kita. Dan bahkan telah berhasil mengadopsi budaya kita Lalu dimanakah kebudayaan Indonesia berada, khususnya Jawa? Apakah hanya di buku sejarah?. Jika kondisi demikian masih berlanjut, anak cucu kita pasti akan kehilangan identitas bangsanya sendiri. Mereka akan tercabut dari akar budayanya, hidup menjadi gelandangan structural, dimana tradisi local desa ditinggalkan tetapi tradisi metropolitan belum sampai.

Pada sabtu 27 Pebruari 2010 yang lalu, sebagaimana diberitakan juga oleh Joglo Pos, di Pendopo Klaten ada acara bertajuk Orasi Budaya yang dihadiri tokoh masyarakat, budayawan, dan seniman, serta pemangku pemerintahan Kabupaten Klaten, dan saya juga sebagai salah satu peserta yang mengikuti acara tersebut. Ada sebuah harapan besar ketika mendengar bahwa pemerintah membuka peluang, menyiapkan sarana dan infra struktur dalam rangka memunculkan efek positif yang menjadikan roda-roda pemerintahan dan pembangunan bergerak secara dinamis. Dan terlihatnya di stan pameran yang menyatakan bahwa Klaten gudang karya seni, bathik, lurik, lukisan, keramik, gerabah, meskipun saya tidak melihat ada wayang disitu, akan tetapi cukuplah itu sebagai potensi besar yang butuh pengelolaan dan semangat besar untuk menjadikan produk kebendaan budaya local ini berjaya, bahkan Bp. Waluyo sebagai ketua panitia mengungkapkan bahwa Klaten merupakan daerah penciptaan seni budaya yang potensial dan mempunyai nilai citarasa yang tinggi. Hal ini agaknya terbukti juga pada seni wayang dan pedalangan, ketika kami mendapat pesanan pembuatan wayang kulit kebanyakan pemesan memilih gagrak klaten, karena wayang Klaten memang istimewa sekali dibanding gagrak lainya, dalam hal Pedalangan Ki Sayoko Gondosaputro dan Ki Agus Krisbiantoro juga mengatakan bahwa paling kaya sanggit pedalangan adalah Klaten. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Drs. Harsono ketua Dewan Kesenian Klaten dalam sarasehan malem jumatan bahwa Klaten ini produsen seniman tradisional, hal tersebut juga dikuatkan oleh pengalaman saya sendiri ketika bersama Prof. Fumiko Tamura Dari Jepang mengadakan pendataan kegiatan budaya pasca gempa, ternyata di Klaten hampir setiap 2 malam sekali terjadi peristiwa seni budaya, wayangan setiap selasa kliwon di pendopo RSPD Klaten, Kethoprak di Dlimas Ceper, Barukan Manisrenggo, Jombor Danguran, Reog Trucuk, Jathilan Prambanan, sesaji sumber di pluneng, dan banyak lagi yang diselenggarakan baik oleh perorangan, pemerintah maupun instansi lain. Ini adalah fakta yang menguatkan posisi klaten sebagai penghasil karya seni budaya yang aktif
Akan tetapi dibalik itu semua ada permasalahan mendasar, yaitu “gagalnya proses regenerasi seni budaya local tradisional “ terutama wayang, dan pedalangan. dari semua event seni budaya tradisional yang ada pelaku dan penikmatya kebanyakan sudah sepuh-sepuh, yang mungkin hanya bertahan 10-20 tahun lagi, setelah itu bisa ditebak akan mengalami kemunduran dan bahkan mati suri, karena kenyataan data yang ada bertambahnya waktu banyak kelompok-kelompok seni pertunjukan tradisional Klaten yang diam tidak bergera, karena kehabisan generasi pendukungnya. Dalam seni wayang dan pedalangan memang masih paling banyak ditemui kegiatanya di masyarakat akan tetapi itu hanya sebatas pertunjukanya, tidak regenerasinya, ambil missal diadakan festival tari, kethoprak, kuda lumping, karawitan, campursari saya yakin masih banyak peserta anak-anak/muda-muda, tetapi ketika festival dalang, mungkin hanya beberapa saja yang muda atau anak-anak dan itupun terbatas pada anak-anak dalang.
Pada tanggal 01 April 2010 saya mewakili dewan kesenian mengikuti murenbangda di pendopo Kabupaten Klaten, dimana didalam draft RKPD belum teridentifikasi adanya indikasi regenerasi seni budaya, yang lebih spesifiknya adalah pendidikan dan pelatihan seni budaya tradisional. Meskipun memang apa yang direncakan oleh SKPD terkait adalah upaya maksimal yang sudah direncanakan. Kaitanya dengan seni tradisional wayang dengan segala aspeknya timbulah keinginan untuk mencoba mengusulkan pada sidang musrenbangda adanya satu bentuk kegiatan yang terintegrasi antara Pendidikan, Seni Budaya Tradisional Wayang dengan Pariwisata yang akan mengarah pada proses regenerasi, Pelestarian dan Wisata Pendidikan budaya, yang hasil outputnya bukan menuntut generasi muda kita untuk menjadi seniman tradisional tetapi lebih untuk tahu, menghargai dan menggumuli seni budaya tradisional kita. Sesuai dengan Peraturan Presiden No 78 Tahun 2007 UNESCO mewajibkan kepada Indonesia, masyarakat dan komunitas internasional bisa melestarikan wayang. Menurut hemat kami diperlukan satu pusat studi pendidikan non formal berbasis seni budaya tradisional. Dengan adanya suatu desain pendidikan berbasis wisata pertunjukan seni budaya di Klaten ini kami berharap disitu dapat akan dapat ditemukan dalam satu tempat dan waktu singkat pengetahuan sejarah perkembangan pedalangan, dasar seni pembuatan wayang kulit, unsur-unsur pembentuk pedalangan dan apresiasinya dalam pementasan padat. Sehingga akan menarik para siswa siswi dari PAUD sampai mahasiswa untuk memenuhi pendidikan seni budaya sebagai kurikulum wajibnya di sekolah dan turis maupun masyarakat umum dapat menikmati pertunjukan, mendapatkan pengetahuan dengan murah, singkat dan nyata. Hal ini juga disambut baik oleh Ki Suwito Radyo sebagai ketua komite pedalangan dewan kesenian klaten beliau berhasrat akan mencoba memulainya dengan memberdayakan warga desanya Hal ini akan nyambung dengan yang sampaikan tajuk utama Joglo Pos edisi 165.Th.III, 8 s/d 14 Maret 2010 dengan judul “Menunggu Kiprah Desa Wisata Budaya” dituliskan bahwa salah satu kontribusi penting yang dapat disumbangkan dari pengembangan sector pariwisata itu sendiri adalah pemberdayaan masyarakat komunitas local, yang memiliki daya tarik eksotisme tanpa terbelenggu oleh keindahan pandangan alam semata”. hal ini dapat diupayakan oleh berbagai pihak terutama para pemangku adat, budaya dan tradisi di desa-desa, hal ini bisa dilakukan tanpa mengubah wajah desa melainkan mengemas kondisi dan potensinya sehingga nilai-nilai budaya, pendidikan adat istiadat menjadi daya tarik tersendiri. Sehingga apabila dikaitkan dengan adanya pusat studi wisata budaya yang dikelola oleh masyarakat/komunitas dalam satu tempat maka ia kan mampu menjadi salah satu karya seni budaya yang tidak lagi terbelenggu oleh keindahan pandangan mata
Kami berharap banyak musrenbangda yang dilaksanakan bertepatan dengan tradisi April Mop (tradisi bohong yang disahkan menurut tradisi barat) tidak benar-benar menjadi kebohongan yang sah. Tapi lebih menjadi sebuah kebenaran yang sah dan harapan besar sebagaimana dituliskan oleh Joglo Pos dalam tajuk rencanaya edisi 169.Th.III, 05 s/d 11 April 2010. Bahwa Murenbangda adalah proses dalam pembangunan nyata menuju Klaten tata titi tentrem kertaraharja. akhir kata mari kita menjadi bagian negara yang “pandai-pandai” melestarikan budaya. Dan Lanjutkan !! joglo pos untuk memuat berita dan esai-esai tentang seni budaya tradisional karena Arum kuncaraning bangsa gumantung ing luhuring budaya !

Penulis
Nama : Kristian Apriyanta, S.Pd
Tgl lahir : Klaten, 24 April 1980
HP : 081548664549
Alamat : Jombor, RT 02/02 Danguran Klaten Selatan
Aktivitas : Pendiri Kelompok Kerja Muda Teater Rakyat
: Sekretaris Komite Pedalangan Dewan Kesenian Klaten
: Pengelola Sanggar Dewi Fortuna

Rabu, 14 Juli 2010

FESTIVAL KETHOPRAK PELAJAR 2010

Pelaksanaan Festival Kethoprak pelajar sudah mulai dirintis dari tahun 2009 akan tetapi baru dapat dilaksanakan pada tahun 2010, kami berharap tahun ini merupakan awal kegiatan yang dapat dijadikan tonggak bagi keberlangsungan kehidupan regenerasi kethoprak pelajar yang diadakan rutin setiap tahun pada pelajar, karena Dewan Kesenian juga telah melaksanakan Festival kethoprak umum secara rutin. Perlu kami sampaikan juga bahwa Dewan Kesenian membuka pusat pelatihan kethoprak, tari, teater, pedalangan dan karawitan di Dk. Jombor Desa Danguran, yang telah digunakan untuk gladi bersih kegiatan ini dan dipastikan tahun depan siap digunakan untuk kegiatan festival semacam ini. Para penampil juga sudah diberikan uang pembinaan 1.500.000
Kegiatan ini tidak bias berjalan dengan baik tanpa ada bantuan dan kerjasama banyak pihak, dan pada kesempatan ini pula kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Dewan Kesenian Klaten fasilitasi dan anggaranya, Kepala Sekolah SD Kristen 2 Klaten yang berkenan memberikan fasilitas ruang dan waktu, Padepokan cokro kembang pimpinan Bp. Warih, Komandan Kodim @ Klaten, Ketua DPRD Klaten